Selatpanjangpos.id, Meranti – Diduga Kasus Korupsi Pengadaan Bibit Kopi Leberika dengan Pagu Anggaran 2,1 Miliar dari Dana Reboisasi (DR) Pusat di Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, Pertanahan dan Lingkungan Hidup (Perkim-LH) Kabupaten Kepulauan Meranti masuk tahap Audit untuk penetapan tersangka. Selasa(30/01)
Hal ini bermula dengan adanya laporan dari masyarakat yang menemukan kejanggalan dalam proses penyaluran. Setelah adanya laporan pada tahun 2022 pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kepulauan Meranti melakukan investigasi dilokasi kelompok tani penerima bantuan bibit kopi liberika.
Dugaan perbuatan melanggar hukum yang ditemukan Kejari Meranti tersebut terdapat ketidaksesuaian spesifikasi pada bibit kopi leberika. Bibit kopi itu dinilai tidak layak untuk disalurkan dengan kategori yang ditentukan yaitu mulai dari umur bibit, tinggi bibit dan kualitas bibit.
Hal itu disampaikan Tiyan selaku Kepala Seksi (Kasi) Intel Kejari Meranti kepada Selatpanjangpos.id pada selasa (30/01/2024)
“Laporan masyarakat yang kami terima pada tahun 2022 tentang kasus ini itu sudah kita cek kebenarannya. Dari hasil tersebut anggota kita temukan perbuatan yang melanggar hukum. Bibit yang disalurkan tidak sesuai spesifikasi. Dengan perhitungan, umur bibit yang belum cukup, tingginya tidak mencapai minimal dan, kualitas bibit yang tidak unggul,”ungkapnya
Ironinya dalam proses realisasi tak hanya masalah spesifikasi saja, terdapat temuan lainnya yaitu berupa jumlah bibit yang dibagikan hanya sekitar 50 persen saja ketika pihak Kejari menghitung realisasi penyerahan bibit kepada kelompok dilapangan.
“Selain itu juga jumlah yang disalurkan penyelenggara diduga hanya separuh saja dari keseluruhan. Kemungkinan jika kita perhitungkan dari total anggaran kerugian negara bisa mencapai 1 miliar.”tambahnya lagi
Disinggung soal penetapan tersangka tiyan membeberkan bahwa kemungkinan tersangka bisa lebih dari 1.
Selama bertugas menangani kasus korupsi hal serupa bisa mungkin terjadi, penetapan tersangka bisa lebih dari satu (1) sebagai contoh adanya Korupsi Berjamaah. Alasannya tentu karena berkaitan dengan berbagai pihak terkait.
Nah, proses hukum pidana juga ternyata tak hanya mengambil keuntungan dengan nilai berupa uang saja, menurut versi Kejari melainkan memberi manfaat (dengan tidak melaporkan praktek korupsi) kepada pihak yang berkaitan bisa dipidana walapun dia tidak menerima keuntungan.
“Jadi yang bersangkutan walaupun tidak menerima suap bisa juga masuk dalam kategori pidana. Sebab pelaku ini memberi peluang praktek tindak korupsi. Contohnya begini bendahara tersebut tidak menerima sepeserpun dari kerugian negara akan tetapi dia mengetahui bahwa itu perbuatan yang melanggar hukum. Serta, disini dia dikategorikan sebagai memberikan manfaat tapi, manfaat yang melanggar hukum.”paparnya
Dikatakannya, Kasus ini sudah masuk dalam tahap proses penyelidikan (Kejari Meranti/Red) karena sudah ditemukan adanya tindakan yang melawan hukum serta pemeriksaan para saksi-saksi. Namun, soal penetapan tersangka harus menunggu hasil audit dari pihak Inspektorat. Karena pihaknya nanti akan menghitung berapa kerugian negara.
Lalu sekitar seminggu lagi pihak inspektorat akan menyerahkan hasil audit hitungan kerugian negara. Setelah itu baru kita bisa menetapkan tersangka serta pasal yang dikenakan. Yang jelas pasal 2 tentang korupsi itu ada minimalnya sementara pasal 3 tentang korupsi tidak ada minimal yang ada hanya maksimal 20 tahun.”pungkasnya