SelatpanjangPos.id (Jakarta) –Ketua Umum Forum Komunikasi Rakyat Indonesia (Forkorindo), Tohom TPS, SE, SH, MM, mendesak kepolisian segera menangkap Mikel, pemilik dan pengelola Satria Hotel, Karimun, yang menggerakkan aksi penganiayaan terhadap dua remaja, Minggu, 27/2/2022. Dalam waktu dekat, Forkorindo akan membawa kasus itu ke Mabes Polri.
”Kami minta aparat kepolisian segera menangkap dan menahan Mikel, yakni pemilik dan pengelola Hotel Satria di Karimun. Sebab dalam penelusuran kami, Mikel aktif berperan menjalankan praktik perjudian berkedok gelanggang permainan atau Gelper. Mikel juga ada di tempat dan bertanggungjawab dalam aksi penganiayaan terhadap dua remaja korban perjudian,” kata Tohom TPS, SE, SH, MM, kepada wartawan, di Jakarta, Jumat 11/03/2022.
Forkorindo, kata Tohom, kecewa dengan penanganan kasus perjudian dibarengi penganiayaan yang dialami oleh Muhammad Hakim (19) dan Muhammad Dani (18), yang masih tergolong remaja dan masih berstatus pelajar. Generasi muda di Karimun, menurut Ketua Umum Forkorindo itu, terancam rusak akibat arogansi dan kekuatan pengusaha yang leluasa membuka praktik perjudian.
”Kapolres Karimun harus segera dicopot, karena tidak memiliki kapasitas sebagai penegak hukum. Masakan peristiwa hukum sebegitu seriusnya, yakni perjudian dan pelacuran, dan dibarengi tindak kekerasan, malah dibiarkan tetap beroperasi? Kami mendapat laporan, bahwa penutupan dan penyegelan baru dilakukan setelah pihak korban melapor ke Polda. Ini bukti lemahnya komitmen polisi di Karimun.”
”Pihak pengelola jelas-jelas melakukan penyekapan. Terbukti saat orangtuanya menjemput anaknya, mereka tidak bisa bertemu, hingga banyak anggota keluarga yang datang, baru kemudian dilepaskan. Itu adalah tindakan biadab. Kenapa polisi tidak langsung menangkap pemilik hotel?” tanya Tohom.
Kasus perjudian berkedok gelper di Hotel Satria Karimun, menurut Tohom, kini sudah menjadi perhatian aktivis di tingkat nasional. ”Bisa-bisanya aparat membiarkan praktik perjudian di tengah kota, dengan menyasar anak-anak dan remaja? Apa hukum sudah tidak dihargai lagi oleh pengelola, dan aparat tidak bisa bertindak?” ucap Tohom.
Tindakan penganiayaan akibat berhutang dalam permainan Jackpot, kata Tohom, menjadi bukti yang tidak terbantahkan bahwa Hotel Satria di Karimun, dijadikan sarang perjudian. Forkorindo, dalam rapat khusus pengurus, Kamis, 10/03/2022, menjadikan kasus penganiayaan dan perjudian di Hotel Satria, Karimun, menjadi program prioritas untuk dituntaskan secara hukum.
Dalam penelusuran Forkorindo, di Hotel Satria Karimun itu, sudah beralih fungsi dari hotel sebagai hunian, menjadi hotel sebagai tempat perjudian dan pelacuran. Lambannya aparat menangani perkara penganiayaan dan perjudian, menurut Tohom, menunjukkan rendahnya komitmen polisi dalam melindungi rakyatnya.
”Kapolres Karimun harus segera dicopot, karena tidak memiliki kapasitas sebagai penegak hukum. Masakan peristiwa hukum sebegitu seriusnya, yakni perjudian dan pelacuran, dan dibarengi tindak kekerasan, malah dibiarkan tetap beroperasi? Kami mendapat laporan, bahwa penutupan dan penyegelan baru dilakukan setelah pihak korban melapor ke Polda. Ini bukti lemahnya komitmen polisi di Karimun,” tegas Tohom.
Sebelumnya, dalam kesaksian korban penganiayaan, Muhammad Hakim dan Muhammad Dani menuturkan pengalaman yang membuat mereka trauma. ”Saya dipukuli oleh empat orang di depan Pak Mikel, pemilik Hotel Satria, sampai saya tidak ingat lagi apa yang terjadi. Ketika Pak Mikel memerintahkan pemukulan dihentikan untuk menarik nafas, saya melihat darah saya berceceran di lantai,” ungkap Muhammad Hakim.
Bukan berhenti di situ saja. Penganiayaan yang dilakukan pengelola hotel Satria Karimun, dilakukan beberapa orang hingga korban terkapar dan darah bercecer di ruangan Gelper. Mikel, pemilik dan pengelola Hotel Satria Karimun, bertindak sebagai pemberi komando. Dia memberi aba-aba para ‘algojo’ di ruangan Gelper itu melanjutkan aksi brutal mereka. Kemudian Muhammad Hakim dan Muhammad Dani yang ketakutan, disekap di dalam ruangan perjudian itu.
Ngadian, ibu Muhammad Hakim, korban penganiayaan dan perjudian, datang mengiba dan menangis meminta pengelola agar melepaskan anaknya. ”Saya menanyakan, mengapa anak saya dipukuli dan disebut berhutang sampai sebesar itu (Rp18 juta), mereka menjawab karena anak saya berhutang main jackpot. Jackpot itu judi,” kata Ngadian dengan lugas.
Bukan itu saja, kedua korban pun diancam ditembak. ”Saya dipukuli oleh sekelompok pria dewasa, sebagian (pelaku penganiayaan) saya kenal, tetapi sebagian lagi tidak kenal. Saat kami babak belur dipukuli, saya mendengar suara dari lantai dua: Dibunuh saja! Biar mereka ditembak! Teriakan itu membuat saya gemetaran dan kemudian sempat tidak sadar,” kata Muhammad Dani, menuturkan kepada PenajamNews.com.
Sangat disayangkan, karena Bupati Karimun, Aunur Rafiq, tidak berniat menutup Hotel Satria Karimun, meski faktanya menyelewengkan izin hotel dan gelanggang permainan anak menjadi perjudian dan pelacuran.
”Kami sudah berusaha menemui Bupati Karimun, agar segera bertindak menutup hotel yang dijadikan sebagai pusat perjudian di Karimun, tetapi tidak mendapata tanggapan,” kata Arya, seorang pengurus Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) di Karimun.
(BATUBARA).