Selatpanjangpos.id,Riau-Upaya pemulihan lingkungan hidup melalui restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove terus digalakkan. Hal ini merupakan solusi dalam menghadapi tiga krisis planet yang saling terkait, yaitu perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan polusi. Ketiga krisis ini tidak hanya berdampak pada keseimbangan alam, namun berdampak erat pada keberlangsungan hidup manusia.
Perhatian dan keterlibatan berbagai pihak sangat diperlukan dalam pelestarian ekosistem gambut dan mangrove. Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) berkomitmen di antaranya melibatkan generasi muda, yang merupakan ujung tombak dalam pengembalian fungsi ekosistem gambut dan mangrove melalui Youth Conservation (#YCFest2024).
#YCFest2024, hadir sebagai wujud apresiasi terhadap berbagai inisiatif konservasi yang telah dirintis oleh generasi muda dibawah usia 30 tahun. Acara ini merupakan bentuk kolaborasi aktif antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, BRGM, serta Institut Hijau Indonesia.
Dalam rangkaian #YCFest2024 ini, BRGM merangkul Institut Hijau Indonesia, melalui inisiatifnya Green Leadership Indonesia (GLI), dan Tim Laboratorium Ekologi Sosial, untuk ikut terlibat dalam restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove. Para peserta akan tergabung dalam dalam rangkaian Youth Conservation Trip (#YCTrip) dengan tema Save Mangrove, Heal the Peat, for Better Lukit. Kegiatan ini dilaksanakan di Desa Lukit, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau dari tanggal 27 – 29 September 2024.
Desa Lukit merupakan salah satu desa yang mampu menunjukkan sinergi positif dalam restorasi dan konservasi lahan gambut melalui keberlanjutan kegiatan restorasi seperti penanaman sagu dan pengembangan ekowisata mangrove. Masyarakat di Desa Lukit secara mandiri telah melakukan rehabilitasi mangrove. Sekretaris Desa Lukit, Muhammad Ali Murtado hadir dalam kesempatan ini untuk membagikan kisah Desa Lukit kepada para peserta #YCTrip Riau.
Pemaparan oleh Sekretaris Desa Lukit terkait manfaat sagu dalam restorasi gambut.
“Tantangan terberat di desa lukit adalah kebakaran besar tahun 2014, gambut yang mudah terbakar, menyebabkan sulitnya mencari bahan pangan serta aktivitas masyarakat menjadi terganggu. Di tahun 2017 – 2019, ada program sekat kanal dari BRGM untuk menahan laju air sehingga lahan gambut tetap basah. Dilanjutkan pada tahun 2020, kegiatan penanaman sagu mulai berjalan, hingga tahun 2024 ini, total luas lahan gambut yang telah dilakukan revegetasi seluas 135 hektar. Selain itu, masyarakat secara mandiri telah melakukan rehabilitasi mangrove. Harapannya kegiatan restorasi gambut dan mangrove ini berjalan secara berkelanjutan,” ujar Ali.
Di desa ini, BRGM menerapkan strategi 3R, yaitu Rewetting, Revegetasi, dan Revitalisasi Ekonomi. Kegiatan rewetting melalui pembangunan sekat kanal, dan sumur bor dimaksudkan agar lahan gambut tetap basah untuk mencegah kebakaran yang meluas. Kemudian revegetasi atau penanaman kembali lewat komoditas sagu juga dilakukan. Sagu dipilih, karena selain untuk dikonsumsi tanpa gambut harus dikeringkan, pohon sagu mampu mencegah emisi lahan gambut, baik dari kebakaran maupun dekomposisi gambut.
Selain manfaat dalam menjaga lahan gambut agar tetap basah, pohon sagu juga bermanfaat untuk revitalisasi mata pencaharian masyarakat. Hasil panen sagu dijual dalam bentuk batang yang dipotong, kemudian diolah menjadi berbagai produk turunan yang dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku makanan, yang memiliki nilai ekonomi dan menjadi sumber pendapatan alternatif bagi masyarakat.
Peserta mendapatkan materi terkait rehabilitasi dan produk turunan mangrove.
Desa lukit ini tak hanya melakukan restorasi gambut, rehabilitasi mangrove di desa ini juga dilakukan secara mandiri oleh masyarakat. Nurhaya, bendahara dari Kelompok Tani Hutan Mangrove Formula mengatakan, “Pelaksanaan rehabilitasi mangrove di desa ini, memerlukan peran dari berbagai pihak. Dalam hal ini, kami mendapatkan bantuan 60 ribu bibit mangrove dengan penanaman seluas 20 hektar dari BRGM. Alhamdulillah pertumbuhan bibit sudah mencapai 80%, tingginya sudah mencapai 2 – 4 meter. Kami sangat senang dengan kedatangan anak muda untuk belajar dan terlibat dalam pemulihan ekosistem mangrove. Harapannya, setelah melihat kondisi di desa ini Anak muda tergerak dalam menjaga kelestarian hutan mangrove,” ujar Nurhaya.
Nurhaya juga menuturkan, “Melalui rehabilitasi mangrove ini pendapatan kami sangat terbantu, melalui bantuan pemerintah dalam penanaman serta CSR dalam pengembangan wisata. Sejak 2023, kami mencoba untuk mencetus dodol mangrove, Alhamdulillah di 2023 produk ini berkembang dan kami diundang ke berbagai pameran,” ucap Nurhaya.
#YCTrip di Desa Lukit ini bertujuan untuk mendalami dan menumbuhkan pengetahuan terkait konservasi lahan basah gambut dan mangrove serta manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat. #YCTrip dikemas secara menarik, para peserta dibagi menjadi beberapa kelompok untuk melakukan tracking, dan menyelesaikan challenge di setiap pos – pos pemberhentian untuk mengenal lebih dekat ekosistem gambut dan mangrove. Selain itu, para peserta juga diajak untuk melakukan penanaman sagu dan mangrove sebagai bagian dari upaya anak muda dalam restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove.
Penanaman pohon sagu dan mangrove oleh peserta #YCTrip di Riau
Salah satu peserta #YCTrip Adam, yang berasal dari Green Leaders Indonesia terkesan setelah mengikuti kegiatan #YCTrip di Desa Lukit, Riau. Adam menceritakan bagaimana masyarakat Desa Lukit berusaha untuk mempertahankan ekosistem gambut agar tetap basah dan secara mandiri mengelola ekosistem mangrove yang ada di sana.
“Setelah mendengar kisah dari kelompok masyarakat, Kita datang ke Lukit ini menjadi cerita perubahan yang sangat luar biasa. Kami mendengar pengalaman dari masyarakat setempat bagaimana keadaan desa ini terbakar pada tahun 2015 dan 2018, sehingga mereka harus bertahan dan membuat solusi – solusi lain dari kebakaran itu. Sehingga berkat pendampingan dari BRGM, KPH, dan pihak swasta, masyarakat Desa Lukit berusaha bangkit, yang awalnya desa kebakaran menjadi desa yang mandiri dengan mengeluarkan produk – produk turunan dari sagu maupun dari mangrove,” ucap Adam.
Dengan semangat kolaborasi dan aksi nyata ini mendukung upaya perlindungan keanekaragaman hayati, pengelolaan sumber daya alam Indonesia yang berkelanjutan, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta pengendalian polusi dan pengelolaan limbah. Dengan semangat kolaborasi dan aksi nyata, kegiatan ini mendukung upaya perlindungan keanekaragaman hayati, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta pengendalian polusi dan pengelolaan limbah.